KORUPSI
Dalam enam bulan terakhir, Jawa
Tengah menempati peringkat ketiga provinsi paling korup di Indonesia, dibawah
Jawa Barat dan Jawa Timur. Demikian data yang dihimpun oleh
Indo-nesian Corruption Watch (ICW), sebagaimana dilansir Suara Merdeka dalam
laporan yang
berjudul Jateng, Provinsi Ketiga Terkorup (SM, 7/9/04). Laporan tersebut juga
menempat-kan anggota DPRD sebagai pelaku utama praktik korupsi, sementara kasus
paling banyak ditemukan pada sejumlah insitusi pemerintah atau publik seperti
Pemprov DKI dan
BUMN, Deplu, Dephankam, Depkes, serta PLN termasuk pula KPU. Fakta ini semakin
menguatkan praduga yang berkembang di masyarakat selama ini, bahwa korupsi
memang telah menjadi problem sosial yang akut, dan menjadi salah satu akar
permasalahan krisis multidimensional berkepanjangan yang menimpa bangsa
Indonesia.
Menurut saya.......................
,sedemikian akutnya masalah ini toh tidak
menjadikan isu korupsi menjadi wacana yang leading di masyarakat. Terkecuali,
isu ini mengalami eskalasi yang signifikan di tengah maraknya kampanye calon
presiden dewasa ini, yang mengisyaratkan pemberantasan korupsi sebagai salah
satu agenda penting untuk dientaskan. Entah bagaimana realisasinya tatkala pada
gilirannya nanti tampuk kekuasaan telah ditangan. Akankah mereka tetap
committed, mampu dan berani memberantas korupsi? Mengingat, persoalan yang satu
ini telah berurat-mengakar dalam masyarakat kita; dan menempatkan Indonesia
sebagai nominato peringkat negara terkorup di dunia.Banyak sekali definisi
mengenai korupsi. Salah satunya pendekatan sosiologis, dimana korupsi
didefinisikan sebaga tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu
jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau
untuk perorangan, keluarga dekat, atau kelompok sendiri,(Syafuan,
1999). Sebagai tingkah laku yang menyimpang, korupsi tentu saja tidak dapat
dibenarkan. Tetapi pada kenyataannya, penyimpangan yang satu ini banyak
dipraktekkan sehingga tak berlebihan jika korupsi telah dianggap diantaranya oleh Bung Hatta,
sebagai persoalan yang membudaya sehingga disebut budaya korupsi.
Alasannya, karena perbuatan tersebut diulang-ulang dan menjadi bagian dari
aktivitas sehari-hari. Dengan begitu, tentu pantas jika korupsi disebut sebagai bagian dari
kebudayaan kita.
Meski
ditentang oleh para ahli kebudayaan, fakta-fakta menunjukkan bahwa perilaku
korup telah menyatu dengan keseharian kita. Kita mengalami dan menyaksikan
contoh-contoh yang makin meningkat baik dari jumlah maupun kualitas modusnya.
Kosakata untuk meng-komunikasikan gejala korupsi juga kian hari kian
berkembang. Ada yang dikenal dengan sebutan uang semir,
uang pelicin, uang rokok,uang lelah,biaya kemitraan,uang kehormatan,uang
pendamping, dan sejenisnya. Semua istilah tersebut kini menjadi kosakata yang
lazim. Kita yang mendengarnya pun tak perlu mengernyitkan dahi karena sudah
sama-sama maklum, TST (tahu sama tahu ) apa maksud dari kosakata tersebut?? Kita pun
menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar, tidak mengandung unsur penyimpangan. Padahal
substansinya sama saja korupsi!
1 komentar:
puisi narkobanya mana?
Posting Komentar